Kisah Gendang Desa Adat Todo yang Terbuat dari Kulit Manusia πŸ™

 daratan Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpan banyak warisan budaya, salah satunya desa atau kampung adat. Salah satu kampung adat tertua di sana ialah Kampung Adat Todo, di Kecamatan Satarmase, Manggarai, NTT.

Selain keunikan bangunan dan kebudayaannya, kampung adat ini terkenal dengan salah satu pusaka khasnya, yaitu gendang. Gendang di sini bukan sembarang gendang biasa, tetapi terbuat dari kulit manusia.

Kabar sebagai salah satu kampung adat tertua yang juga memiliki pusaka unik,Untuk mengunjunginya,kita perlu merasakan perjalanan yang cukup panjang, sekitar 2 jam dalam perjalan dengan medan yang bekelok-kelok.

"Gandang itu sebenarnya punya cerita yang sangat berarti bagi kerajaan-kerajaan Manggarai. Gendang itu (dibuat) dari kulit wanita cantik nan sakti, yang dulu kisahnya diperebutkan oleh tiga kerajaan," tutur Titus Jegadut, Penanggung Jawab Pariwisata di Kampung Adat Todo,di kala itu.

Titus menceritakan legenda kampung kelahirannya tersebut pada tiap wisatawan yang datang, sebelum mereka menelusuri lebih ke dalam kampung adatnya. Sepintas rumah adat kampung ini memang berwujud seperti Wae Rebo, tetapi kearifan lokalnya lah yang berbeda.

Titus menceritakan legenda kampung kelahirannya tersebut pada tiap wisatawan yang datang, sebelum mereka menelusuri lebih ke dalam kampung adatnya. Sepintas rumah adat kampung ini memang berwujud seperti Wae Rebo, tetapi kearifan lokalnya lah yang berbeda.

"Dahulu ada tiga kerajaan yang ingin berkuasa di daratan Manggarai ini, ada Todo, Bima di Sumbawa, dan Kerajaan Goa di Sulawesi. Semuanya selain berebut daratan juga berebut putri cantik yang sakti," tutur Titus.

Sosok putri tersebut menurut Titus hidup diantara masyarakat Manggarai. Kesaktian dan kecantikannya membuat kabar tentangnya terdengar sampai ke telinga tiga raja yang memperebutkan Manggarai

"Perempuan ini keturunan India dan Bima, yang kabur dari Bima karena bentrok antara adat India yang ingin membunuh anak permpuan (saat itu) dengan adat Bima yang membolehkan anak perempuan," kata Titus.

Sayangnya ketiga kerajaan ini besaing dengan tidak sehat untuk memperebutkan tanah sekaligus putri caktik nan sakti tersebut. Akhirnya para raja mengutus perwakilannya untuk saling bertemu dan merumuskan peraturan untuk persaingan yang sehat di Manggarai.



          Karya Mahasiswa Aktif Unika Santu                       Paulus Ruteng.

              MARIA GIASHINTA MORESTIKA                                  ANGUNG

                      PROGRAM STUDI

                 PENDIDIKAN BAHASA Dan                                 SASTRA INDONESIA.

         FKIP. UNIKA SANTU PAULUS RUTENG

                              SALAM 

                       EKA MORESTIKA πŸ™




Komentar

  1. Very Nice cantik, sejarah baru yang mengulik kisah baru dari Rueng yang kami kenalπŸ˜ŠπŸ‘

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seberapa Inginnya Pun Aku Memeluk Raga Yang Ku Cintai.πŸ’

Aku Akan Menikmati Peran Ku Sebagai Seorang Yang Pernah Menjadi Bagian Dari Kehidupan mu. πŸ’πŸ’

Mimpi Yang Hilang πŸ’