Sajak-sajak Pendek tentang Musim, Hujan, dan Kenangan πŸ’

Maka kuyakini engkau sebagai takdir; tempat segala desir mengalir-- hingga pemberhentian terakhir

Karena bagi musim air matamu adalah larik kesedihan, maka ijinkan aku menjadi setitik hangat bagi lebam lukaluka mu

karena engkaulah ombak bagi perahu sunyiku, menuntun kembara ini; menuju palung hatimu

halimun moksa di bukit rimba meninggalkan jejak embun, dan sebait kidung lirih tertinggal di basah daundaun

dan tenang malamku berhias debur rindu, serupa ombak yang meriak di kedalaman matamu

Dalam hening telaga pagi adalah altar suci, tempat doadoa menjelmakan diri; merupa puisi

Adalah pagi yang membisikkan embus doa pada geletar daun angsanaΠΌaka kucinta engkau dengan seluruh asa--tanpa sisa

Adalah kau, sebuah pagi dengan hening paling sunyi; tempat aku meletakkan segenap nyeri

Aku menemukan kilau senja di matamu yang surga; merupa jingga juga merah saga--bertabur wangi cinta

Di sela daun bambu kuning tua senja lesap di hening telaga; bersama kilau jingga mendesirkan baitbait kidung purba

Senja dan matahari tua, bersama-sama melahirkan kilau jingga; tempat aku menitip puisi cinta

aku menjumpai pagi berhujan, tarian kabut lindap di sela lerai daundaun pinus basah, berguguran serupa tangis bidadari pemungut mimpi

Dan juntai embun di pucuk daun kastuba adalah senyummu, berlabur doa; tabah merenda asa

Pagi adalah pekik hening kerinduan yang mendaras cahaya bagi terang doadoa

Pagi adalah keanggunan gununggunung mencumbui pepucuk ilalang, mendesirkan beribu harapan

Sebuah pagi, harum aroma bunga pohonpohon kopi, seputih doa kasih yang dilansir bumi untuk kita nikmati

Aroma pagi adalah wangi yang menguar dari basah tanah; sekelumit doa tentang syukur yang demikian megah

Adalah kau, lengking angin yang menyuarakan denting, tempat aku merumahkan segala ingin

Lalu kesiur angin barat mengabarkan kelabu yang kian menggurat, serupa kesedihan yang begitu berat

Sesaat sebelum angin lelap aku ingin menitipkan larik-larik doa dalam parade sunyi yang mengiring kepergian angin musim semi

kita selalu menunggu, hujan datang di sepi beranda, meluruhkan debudebu luka

kamukah itu, kekasihku, perempuan yang termangu menunggu senja luruh di pangkuan waktu

kita menyimak setiap rinai hujan sebagai serenada kenangan, melangitkan khayalan tentang kerinduan masamasa silam

maka di sinilah kita, di sudut kota, menyesap hujan yang meriuh di lembah-lembah kenangan; melarungkan segenap perih luka

Pagi berselimut kabut dan bulir-bulir embun yang bersemayam di pepucuk daun; seperti itulah Tuhan menyayangimu dengan santun

Di bawah langit pagi kotamu aku menyusur sepi perjalanan; mencoba melepas peluk kenangan

Di pagi yang berbeda kita selalu mengulang hal yang sama; berbagi secangkir kenangan pada meja perjamuan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seberapa Inginnya Pun Aku Memeluk Raga Yang Ku Cintai.πŸ’

Aku Akan Menikmati Peran Ku Sebagai Seorang Yang Pernah Menjadi Bagian Dari Kehidupan mu. πŸ’πŸ’

Mimpi Yang Hilang πŸ’